Pengertian Akulturasi:
Banyak para ahli yang memberikan definisi tentang
akulturasi, antara lain menurut pendapat Harsoyo.
Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai
hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang
berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus;
yang kemudian menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari
salah satu kelompok atau kedua-duanya (Harsoyo).
Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
akulturasi sama dengan kontak budaya yaitu bertemunya dua kebudayaan yang
berbeda melebur menjadi satu menghasilkan kebudayaan baru tetapi tidak
menghilangkan kepribadian/sifat kebudayaan aslinya.
Dengan adanya kontak dagang antara Indonesia dengan
India, maka mengakibatkan adanya kontak budaya atau akulturasi yang
menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kepribadian
kebudayaan sendiri.
Hal ini berarti kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke
Indonesia tidak diterima seperti apa adanya, tetapi diolah, ditelaah dan
disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya
tersebut berpadu dengan kebudayaan asli Indonesia menjadi bentuk akulturasi
kebudayaan Indonesia Hindu – Budha.
Wujud akulturasi tersebut dapat diamati pada
uraian materi unsur-unsur budaya berikut ini:
1. Bahasa
Wujud akulturasi dalam bidang
bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa sansekerta yang dapat
ditemukan sampai sekarang dimana bahasa Sansekerta tersebut memperkaya
perbendaharaan bahasa Indonesia.
Penggunaan
bahasa Sansekerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu bertulis)
peninggalan kerajaan Hindu – Budha pada abad 5 – 7 M,
Contohnya: prasasti Yupa dari
Kutai, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Tetapi untuk
perkembangan selanjutnya bahasa Sansekerta di gantikan oleh bahasa Melayu
Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya 7
– 13 M.
Sedangkan untuk aksara, dapat
dibuktikan dengan adanya penggunaan huruf Pallawa,tetapi kemudian huruf
Pallawa tersebut juga berkembang menjadi huruf Jawa Kuno (kawi) dan huruf
(aksara) Bali dan Bugis. Hal ini dapat dibuktikan melalui Prasasti Dinoyo (Malang)
yang menggunakan huruf Jawa Kuno.
2.Religi/Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang
di Indonesia sebelum agama Hindu-Budha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan
yang berdasarkan pada Animisme dan Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu –
Budha ke Indonesia, maka masyarakat Indonesia mulai menganut/mempercayai
agama-agama tersebut. Tetapi agama Hindu dan Budha yang berkembang di Indonesia
sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan Animisme dan Dinamisme, atau
dengan kata lainmengalami Sinkritisme.Sinkritisme adalah bagian
dari proses akulturasi, yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda
menjadi satu.
Untuk itu agama Hindu dan Budha yang
berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu – Budha yang dianut oleh
masyarakat India. Perbedaaan-perbedaan tersebut misalnya dapat dilihat dalam
upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Budha yang ada di Indonesia.
Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, upacara
tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
3.Organisasi
Sosial Kemasyarakatan
1.Wujud akulturasi dalam bidang
organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik yaitu
sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh
India Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut, maka sistem
pemerintahan yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang
diperintah oleh seorang raja secara turun temurun.
Raja
di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa yang
keramat, sehingga rakyat sangat memuja Raja tersebut, hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya raja-raja yang memerintah di Singosari seperti Kertanegara
diwujudkan sebagai Bairawa dan R Wijaya Raja Majapahit diwujudkan
sebagai Harihari (dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
Permerintahan
Raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India
dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan
terutama apabila raja tidak mempunyai putra mahkota yaitu seperti yang terjadi
pada masa berlangsungnya kerajaan Majapahit, dalam hal pengangkatan Wikramawardana.
Wujud akulturasi di samping terlihat
dalam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu
pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.Sistem kasta menurut
kepercayaan Hindu terdiri dari kasta :
1.
kastaBrahmana (golongan Pendeta),
2.
kasta Ksatria (golongan Prajurit,
Bangsawan),
3.
kasta Waisya (golongan pedagang) dan
4.
kasta Sudra (golongan rakyat
jelata).
Kasta-kasta
tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia tetapi tidak
sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India karena kasta India benar-benar
diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak
demikian,karena di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
1. Sistem Pengetahuan
1.
Wujud akulturasi dalam bidang
pengetahuan, salah satunya yaitu perhitungan waktu berdasarkan kalender tahun
saka, tahun dalam kepercayaan Hindu.
2.
Menurut perhitungan satu tahun Saka
sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun saka dengan tahun masehi adalah 78
tahun sebagai contoh misalnya tahun saka 654,maka tahun masehinya 654 + 78 =
732 M
3.
Di samping adanya pengetahuan
tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan
Candrasangkala.
4.
Candrasangkala adalah susunan
kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka.
Candrasangkala
banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di pulau Jawa, dan menggunakan
kalimat bahasa Jawa salah satu
Contohnya
yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0,
ilang = 0, kertaning = 4 dan bhumi = 1,maka kalimat tersebut diartikan dan
belakang sama dengan tahun 1400 saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan
tahun runtuhnya Majapahit .
5. Peralatan Hidup dan Teknologi
Salah satu wujud akulturasi dari
peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan Candi.
Seni bangunan Candi tersebut memang
mengandung unsur budaya India tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak
sama dengan candi-candi yang ada di India,karena Indonesia hanya mengambil
unsur teknologi perbuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam
kitab Silpasastra yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai
petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
Untuk itu dilihat dari bentuk dasar
maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan dimana bentuk dasar bangunan
candi di Indonesia adalah punden berundak-undak,yang merupakan salah satu
peninggalan kebudayaan Megalithikum yang berfungsi sebagai tempat
pemujaan.
Sedangkan fungsi bangunan candi itu
sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata candi tersebut. Perkataan candi
berasal dari kata Candika yang merupakan salah satu nama dewi Durga atau dewi
maut, sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat
khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Di samping itu juga dalam bahasa
kawi candi berasal dari kata Cinandi artinya yang dikuburkan. Untuk itu yang
dikuburkan didalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai
macam benda yang menyangkut lambang jasmaniah raja yangdisebut dengan Pripih.
Dengan demikian fungsi candi Hindu di Indonesia adalah
untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang
sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja sedangkan
fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya
seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan
terhadap dewa Syiwa.
gambar candi juga salah satu peninggalan kerajaan Singosari yang
merupakan tempat dimuliakannya raja Wisnuwardhana yang memerintah tahun 1248 –
1268.Dilihat dari gambar candi tersebut, bentuk dasarnya adalah punden
berundak- undak dan pada bagian bawah terdapat kaki candi yang di dalamnya
terdapat sumuran candi,di mana di dalam sumuran candi tersebut tempat menyimpan
pripih (lambang jasmaniah raja Wisnuwardhana).Dari penjelasan tersebut di atas,
apakah Anda sudah memahami? Kalau Anda sudah paham, simaklah urutan materi
berikutnya.Untuk candi yang bercorak Budha fungsinya sama dengan di India yaitu
untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa, maka
untuk memperjelas pemahaman candi Budha berikut ini .
. candi Borobudur adalah candi Budha yang terbesar sehingga merupakan salah
satu dari 7 keajaiban dunia dan merupakan salah satu peninggalan kerajaan
Mataram, dilihat dari 3 tingkatan, pada tingkatan yang paling atas terdapat
patung Dyani Budha.Patung-patung Dyani Budha inilah yang menjadi tempat
pemujaan umat Budha.Di samping itu juga pada bagian atas, juga terdapat atap
candi yang berbentuk stupa.Untuk candi Budha di India hanya berbentuk stupa,
sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat
agama Budha. Dengan demikian seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan
tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya
India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak
Indonesia.
6. Kesenian
Wujud akulturasi dalam bidang
kesenian terlihat dari seni rupa, seni sastra dan seni pertunjukan .
Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya
dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar
timbul pada
candi tersebut banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan
ajaran
agama Hindu ataupun Budha.
relief dari candi
Borobudur yang menggambarkan Budha sedang digoda oleh Mara yang menari-nari
diiringi gendang, hal ini menunjukkan bahwa relief tersebut mengambil kisah
dalam riwayat hidup Sang Budha seperti yang terdapat dalam kitab
Lalitawistara.Demikian pula di candi-candi Hindu, relief yang juga mengambil
kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana. Yang
digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.Dari
relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga
mengambil kisah asli ceritera tersebut, tetapi suasana kehidupan yang
digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam
ataupun masyarakat Indonesia.Dengan demikian terbukti bahwa Indonesia tidak
menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan
keadaan dan suasana di Indonesia.
Untuk
wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu
ceritera/kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari
- kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan
- kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa.
Kedua
kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Tetapi setelah
berkembang di Indonesia tidak sama proses seperti aslinya dari India karena
sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia, ke dalam bahasa Jawa kuno.
Dan,tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh
punokawan seperti Semar, Bagong, Petruk dan Gareng. Bahkan dalam kisah
Bharatayuda yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antar
Pendawa dan Kurawa,melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri
melawan Jenggala.
Di
samping itu juga, kisah Ramayana maupun Mahabarata diambil sebagai suatu
ceritera dalam seni pertunjukan di Indonesia yaitu salah satunya pertunjukan
Wayang.
Seni pertunjukan wayang merupakan
salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan
wayang tersebut sangat digemari terutama oleh masyarakat Jawa.
Untuk itu wujud akulturasi dalam
pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon ceritera dari kisah
Ramayana maupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama
persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan.
Perubahan tersebut antara lain
terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh ceritera misalnya dalam kisah
Mahabarata keberadaan tokoh Durna, dalam cerita aslinya Dorna adalah seorang
maha guru bagi Pendawa dan Kurawa dan berperilaku baik, tetapi dalam lakon di
Indonesia Dorna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.
Demikian penjelasan tentang wujud
akulturasi dalam bidang kesenian. Dan yang perlu dipahami dari seluruh uraian
tentang wujud akulturasi tersebut bahwa unsur budaya India tidak pernah menjadi
unsur budaya yang dominan dalam kerangka budaya Indonesia, karena dalam proses
akulturasi tersebut, Indonesia selalu bertindak selektif.
0 komentar:
Posting Komentar