Menurut bahasa (etimologi) tertahan tertahan .
Secara istilah syari’ (terminologi)
adalah :
Menahan suatu benda dan membebaskan / mengalirkan manfaatnya.
Jadi
maksudnya adalah menahan harta milik pribadi yang diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan umum dengan
tujuan mendapatkan ridlo Allah SWT . Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia
wakaf itu adalah benda bergerak atau tidak bererak yang disediakan untuk
kepentingan umum (Islam) sebagai pemberian yang ikhlas
1. Dasar hukum pelaksanaan wakaf
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ
عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ
يُنْتَفَعُ .
Artinya
: Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal dari sedekah
jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR.
Muslim)
2. Rukun wakaf
a. Al-waqif (orang yang
mewakafkan), dengan syarat :
1) Berakal
2) Dewasa pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia baligh dan bisa
bertransaksi.
4) Orang yang merdeka (bukan budak).
b. Al-mauquf (harta yang diwakafkan)
Berdasarkan jenis benda yang
diwakafkan, maka wakaf terbagi menjadi tiga macam:
1) Benda / barang yang berupa benda yang diam/tidak bergerak,
seperti tanah, rumah, toko, dan yang semisalnya.
2) Benda / barang yang bisa
dipindah/bergerak, seperti mobil, hewan, dan semisalnya
3) Wakaf berupa uang.
Adapun syarat syarat nya adalah :
a) Harta tersebut telah
diketahui dan jelas bendanya.
b) Benda tersebut adalah milik
pribadi yang mewakafkan.
c) Harta yang diwakafkan adalah
benda yang bermanfaat dan memiliki daya tahan lama
c. Al - mauquf ‘alaih (pihak
yang dituju dari wakaf tersebut), dengan syarat
1) Berakal
2) Dewasa pemikirannya (rasyid).
3) Sudah berusia baligh dan bisa
bertransaksi.
4) Orang yang merdeka (bukan
budak belian).
Dipandang dari sisi pemanfaatannya, maka wakaf terbagi menjadi dua:
1)
Wakaf yang sifatnya tertuju pada keluarga (individu)
2) Wakaf untuk amalan-amalan kebaikan.
Wakaf ini diarahkan untuk kemaslahatan masyarakat di suatu negeri. Inilah jenis wakaf yang paling
banyak dilakukan, seperti untuk masjid, madrasah,
d. Shighah (lafadz dari yang
mewakafkan).
Adapun lafadz shighoh, para ulama
membaginya menjadi dua bagian:
1) Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan
tidak mengandung makna lain.
2) Lafadz kinayah, yaitu lafadz
yang mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan memiliki makna
lainnya, namun dengan tanda - tanda yang
mengiringinya menjadi bermakna wakaf.
Untuk lafadz yang pertama, maka cukup dengan
diucapkannya akan berlaku hukum wakaf. Adapun lafadz yang kedua ketika
diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika diiringi dengan niat wakaf atau lafadz
lain yang dengan jelas menunjukkan makna wakaf.
0 komentar:
Posting Komentar