1.Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam
Pada waktu Sultan
Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki
Ageng Pemanahan dilantik menjadi Bupati di Mataram sebagai imbalan
atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya, putra Ki
Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng
Pemanahan wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di
Mataram. Setelah menjadi bupati, Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin
menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah peperangan sengit
pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu
terjadi perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan
Pangeran Pangiri yang membuat Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari
Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran
Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya
yang kemudian memindahkan pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568 M.
Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
2.Aspek Kehidupan
Politik dan Pemerintahan
Dalam menjalankan
pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi rintangan. Para
bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya
tunduk pada Pajang memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan
tetapi, Sutawijaya berusaha menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan
Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan kekuasaannya mulai dari Galuh
(Jabar) sampai pasuruan (Jatim).
Setelah Sutawijaya
mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang memberontak, seperti
Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.
Untuk menundukkan
pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan,
persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha
Sultan Agung akhirnya berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai
seluruh Jawa, kecuali Banten, Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai
seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut Batavia dari tangan Belanda. Namun
usaha Sultan mengalami kegagalan.
3.Aspek
Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat di
kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram
Islam, Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh
sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid,
dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara keagamaan. Di bidang
pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana.Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan
peraturan yang dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.
4.Aspek
Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan
Kerajaan Mataram
adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan
kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada
di pedalaman. Akan tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah
pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai pelaut. Daerah pesisir inilah yang
berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.Kebudayaan yang
berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan
sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan
akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam.Di samping itu,
perkembangan di bidang kesusastraan memunculkan karya sastra yang cukup
terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan dari hukum Islam
dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
5.Kemunduran
Mataram Islam
Kemunduran Mataram
Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai seluruh
Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak
terurus karena sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.
0 komentar:
Posting Komentar