Pada
tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Mereka mempersiapkan
hewan kurban untuk dipersembahkan kepada kaum Quraisy. Kufar Quraisy
menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada
waktu ini, bangsa Arab benar
benar bersiaga terhadap kekuatan Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad SAW mencoba
agar tidak terjadi pertumpahan darah di Makkah, karena Makkah adalah tempat
suci.
STRATEGI DAKWAH DI MADINAH
1.
ORANG-ORANG YASTRIB MASUK
ISLAM
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah
SAW pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jama’ah haji untuk
menyampaikan dakwahnya. Aktivitas ini mendapat respon sebagaimana ditunjukkan
oleh Suwaid bin Shamit, seorang tokoh suku Aus dari Yatsrib yang menyatakan
tertarik pada ajakan Rasulullah SAW. Selang beberapa lama setelah itu Iyaz bin
Mu’adz seorang pemuda Khazroj juga menyatakan keIslamannya ketika Rasulullah
SAW menemui rombongan kabilah Khazroj saat mereka datang ke Makkah. Aus dan
Khazroj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang selalu bermusuhan.
Mereka sedikit banyak sudah memiliki pengertian tentang ketuhanan, wahyu,
kenabian dan hari akhir.
1.
ORANG-ORANG YASTRIB MASUK
ISLAM
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah
SAW pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jama’ah haji untuk
menyampaikan dakwahnya. Aktivitas ini mendapat respon sebagaimana ditunjukkan
oleh Suwaid bin Shamit, seorang tokoh suku Aus dari Yatsrib yang menyatakan
tertarik pada ajakan Rasulullah SAW. Selang beberapa lama setelah itu Iyaz bin
Mu’adz seorang pemuda Khazroj juga menyatakan keIslamannya ketika Rasulullah
SAW menemui rombongan kabilah Khazroj saat mereka datang ke Makkah. Aus dan
Khazroj adalah dua kabilah Arab terkemuka di Yatsrib yang selalu bermusuhan.
Mereka sedikit banyak sudah memiliki pengertian tentang ketuhanan, wahyu,
kenabian dan hari akhir.
Pada musim haji tahun ke 11 dari
kenabian, beberapa orang Khazroj, dua diantaranya Bani Najron masuk Islam.
Sejak itu Rasulullah SAW menjadi pembicaraan hangat dari penduduk Yatsrib. Pada
musim haji tahun berikutnya 12 orang
laki-laki dan seorang perempuan dari Yatsrib menemui Rasulullah SAW di Aqobah. Mereka berikrar tidak
menyekutukan Tuhan, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak,
tidak menfitnah dan tidak mendurhakai Muhammad SAW. Peristiwa ini dikenal
dengan Baiah Al-Aqobah Al-Ula (Baiah Aqobah pertama). Setelah itu
Rasulullah SAW mengutus Mus’ab bin Umair untuk mengajarkan Islam kepada
penduduk Yatsrib. Setahun kemudian pada malam hari seusai menunaikan ibadah
haji terjadi Baiah Al-Aqobah Ats-Tsaniyah (Baiah Aqobah kedua), dimana
73 orang laki-laki dan dua orang perempuan dari Yatsrib bertemu dengan
Rasulullah SAW, yang waktu itu di dampingi Abbas bin Abdul Mutholib di Aqobah.
12 orang pemuka Aus dan Khazroj, masing-masing mewakili yang ada dalam kabilahnya,
mengucapkan sumpah setia akan membela Rasulullah SAW walaupun jiwa dan harta
taruhannya. Orang-orang Yatsrib itu masuk Islam tampaknya termotivasi oleh
keinginan melepaskan diri dari perbudakan orang-orang Yahudi.
1.
HIJRAH KE YATSRIB
Setelah Baiah Aqobah ke dua tindakan
kekerasan terhadap kaum muslimin makin meningkat, bahkan musyrikin Quraisy
sepakat akan membunuh Rasulullah SAW. Menghadapai kenyataan ini Rasulullah SAW
menganjurkan kepada para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Kelompok
orang lemah diperintahkan lebih dulu karena merekalah yang paling banyak
menderita penganiayaan dan paling sedikit mendapatkan perlindungan. Rasulullah
SAW sendiri baru meninggalkan Makkah setelah seluruh kaum muslimin keluar dari
Makkah kecuali Ali dan keluarganya, berikut Abu Bakar dan keluarganya. Ketika
akan berangkat Rasulullah SAW meminta Ali untuk tidur di kamarnya untuk
mengelabuhi musuh yang berencana membunuhnya. Beliau berangkat
ke gua Tsur, arah selatan Makkah ditemani oleh Abu Bakar. Mereka bersembunyi di
gua Tsur selama 3 malam. Tidak ada yang tahu tentang keadaan dan tempat
persembunyian mereka selain putera puteri Abu Bakar sendiri, Abdullah, Aisyah
dan Asma serta sahayanya Amir bin Fuhairoh. Merekalah yang mengirimkan makanan
setiap malam dan menyampaikan kabar mengenai pergunjingan penduduk Makkah
tentang Rasulullah SAW.
Pada malam
ketiga mereka keluar dari persembunyiannya untuk melanjutkan perjalanan menuju
Yatsrib ditemani oleh Abdullah bin Abi Bakar dan Abdullah bin Arqod seorang
musyrik yang bertugas sebagai petunjuk jalan. Rombongan ini bergerak ke arah
barat menuju laut merah kemudian belok ke utara mengambil jalan yang tidak
biasa dilalui oleh kafilah-kafilah pada umumnya. Setelah mengarungi padang
pasir yang sangat luas dan amat panas akhirnya pada hari Senin, tanggal 8
Rabi’ul Awal tahun I Hijriyah, tibalah Nabi Muhammad SAW di Quba, sebuah tempat
kira-kira 10 km dari kota Yatsrib.
Selama 4 hari di
Quba beliau menginap di rumah Kultsum bin Hadam, seorang laki-laki tua yang
rumahnya sering dijadikan pangkalan bagi orang-orang yang baru datang ke
Yatsrib. Sedangkan Abu Bakar menginap di rumah Hubaib bin Isaf. Selam 4 hari
istirahat, Nabi SAW mendirikan sebuah Masjid, yaitu masjid Quba. Itulah
masjid yang pertama kali didirikan dalam sejarah umat Islam. Rasulullah SAW
yang meletakkan batu pertama di kiblatnya, diikuti oleh Abu Bakar kemudian
diselesaikan oleh para sahabatnya. Tiga hari kemudian Ali bin Abi Thalib
tiba di Quba selama menempuh perjalanan selama 15 hari. Ia bergabung
dengan Rasulullah SAW tinggal di rumah Ibnu Hadam. Keesokan harinya jum’at 12
Rabiul Awal bertepatan dengan 24 September 622 M rombongan muhajirin ini
melanjutkan perjalanan ke Yatsrib.
Kedatangan
Rasulullah SAW disambut dengan hangat penuh kerinduan oleh kaum Ansor. Begitu
sampai di kota ini beliau melepas tali kekang unta yang ditungganginya dan
membiarkan unta itu berjalan sekehendaknya. Unta itu baru berhenti di sebidang
kebun yang di tumbuhi beberapa pohon kurma bersebelahan denga rumah Abu Ayyub.
Kebun ini milik dua anak yatim bersaudara yang di asuh oleh Abu Ayyub bernama
Sahl dan Suhail putera Rafi’ bin Umar. Atas permintaan Muadz bin Ahro’, kebun ini di jual dan di atasnya di bangun
masjid atas perintah Rasuluulah SAW. Sejak kedatangan Rasulullah SAW Yatsrib berubah
namanya menjadi Kota Madinah atau Madinatur Rasul atau Madinatul
Munawwaroh.
Setelah menetap di Madinah ini
Rasulullah SAW barulah memulai rencana mengatur siasat dan membentuk masyarakat
Islam yang bebas dari tekanan dan ancaman, mempertalikan hubungan kekeluargaan
antara kaum Muhajirin dan Ansor, mengadakan perjanjian saling membantu antara
kaum muslimin dengan bukan muslim, menyusun siasat, ekonomi, social serta
dasar-dasar Daulah Islamiyah.
2.
STRATEGI DAN SUBSTANSI DAKWAH RASULULLAH
SAW PERIODE MADINAH
Pekerjaan besar
yang dilakukan Rasulullah SAW dalam periode Madinah adalah pembinaan terhadap
masyarakat Islam yang baru terbentuk. Dasar-dasar kebudayaan yang diletakkan
oleh Rasulullah SAW itu pada umumnya merupakan sebuah nilai dan norma yang mengatur
manusia dan masyarakat dalam hal yang berkaitan dengan peribadatan, social,
ekonomi dan politik yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.
a.
Dalam membina masyarakat Islam di
Madinah strategi dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW antara lain
:
1)
Mendirikan Masjid. Beliau
dahulukan mendirikan masjid sebelum bangunan-bangunan lainnya selain kediaman
beliau sendiri, karena masjid mempunyai potensi yang sangat vital dalam
menyatukan umat dan menyusun kekuatan mereka lahir dan batin untuk membina
masyarakat Islam atau daulah Islamiyah berlandaskan semangat tauhid. Di masjid
ini Rasulullah SAW mengobarkan semangat jihat di jalan Allah SWT, sehingga kaum
muslimin waktu itu belum begitu banyak
tetapi rela mengorbankan harta dan jiwa untuk kepentingan Islam. Di masjid
pula beliau senantiasa mengajarkan doktrin tauhid dan mengajarkan pokok-pokok
ajaran Islam kepada kaum muhajirin dan ansor. Dan di dalam masjid pula kaum
muslimin mengadakan sholat berjamaah, mengadakan musyawarah untuk merundingkan
masalah-masalah yang di hadapi.
2)
Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ansor. Kaum
Muhajirin yang jauh dari sanak saudara dan kampung halaman mereka, di pererat
oleh beliau dengan mempersaudarakan mereka dengan kaum Ansor karena kaum Ansor
telah menolong mereka dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan yang
bersifat materi, melainkan hanya karena mencari keridhaan Allah SWT semata.
Sebagai contoh Abu Bakar dipersaudarakn dengan Harits bin Zaid, Ja’far bin Abi
Thalib dengan Muadz bin Jabal, Umar bin Khattab dengan Itbah bin Malik, begitu
seterusnya tiap-tiap kaum Ansor dipersaudaran dengan kaum Muhajirin. Dengan
demikian kaum muhajirin yang bertahun-tahun berpisah dengan keluarganya merasa
tentram dan aman melaksanakan syariat agamanya. Di tempat yang baru tersebut
sebagian ada yang hidup berniaga ada yang bertani seperti (Abu Bakar, Utsman
dan Ali) mengerjakan tanah kaum Ansor. Dengan ikatan teguh ini Nabi Muhammad
SAW dapat menyatukan dengan ikatan persaudaraan Islam yang kuat yang terdiri
dari berbagai macam suku dan kabilah ke dalam satu ikatan masyaraka Islam yang
kuat dengan semangat bergotong royong, senasib sepenanggunan. Segolongan
orang arab yang menyatakan masuk Islam dalam keadaan miskin disediakan tempat
tinggal dibagian masjid yang kemudian dikenal dengan nama Ashab Shuffa. Keperluan hidup mereka dipikul
bersama diantara Muhajirin dan Ansor.
3)
Perjanjian Perdamaian dengan kaum Yahudi. Guna
menciptaka suasana tentram di kota baru bagi Islam (Madinah), Nabi Muhammad SAW
membuat perjanjian persahabatan dan perdamaian dengan kaum Yahudi yang berdiam
di dalam dan di sekeliling kota Madinah. Inilah salah satu perjanjian yang
diperlihatkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai seorang ahli politikus yang ulung
yang belum pernah dilakukan oleh para nabi-nabi terdahulu. Diantara isi
perjanjian yang dibuat oleh Nabi SAW dengan kaum Yahudi antara lain :
a)
Bahwa kaum Yahudi hidup damai bersama-sama kaum muslimin;
kedua belah fihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya masing-masing.
b)
Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong menolong untuk
melawan siapa saja yamg memerangi mereka. Orang Yahudi memikul belanja mereka
sendiri begitu pula kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
c)
Kaum muslimin dan kaum yahudi wajib nasehat menasehati,
tolong menolong, melaksanakan kebajikan dan keutamaan.
d)
Bahwa kota Madianah adalah kota suci yang wajib dihormati
oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu. Kalau terjadi perselisihan
antara kaum Yahudi dengan kaum Muslimin, maka urusannya hendaklah diserahkan
kepada Allah dan Rasullullah SAW.
e)
Bahwa siapa saja yang tinggal di dalam atau di luar kota
Madinah wajib dilindungi keamanan dirinya, kecuali orang-orang yang zalim dan
bersalah, sebab Allah SWT menjadi pelindung orang-orang yang baik dan berbakti.
Perjanjian politik yang dibuat oleh Nabi Muhammada SAW
tersebut telah menjamin kemerdekaan beragama dan menjamin kehormatan jiwa dan
harta dari golongan yang bukan Islam. Ini adalah merupakan peristiwa yang baru
dalam dunia politik dan peradaban manusia. Sebab waktu itu diberbagai pelosok
dunia masih terjadi perkosaan dan perampasan hak-hak asasi manusia.
4)
Meletakkkan dasar-dasar Politik, Ekonomi dan Sosial
untuk masyarakat Islam. Karena masyarakat Islam telah terwujud, maka Rasulullah
SAW menentukan dasar-dasar yang kuat bagi masyarakat Islam yang baru terwujud
itu, baik dalam bidang politik, ekonomi, social maupun yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena dalam periode perkembangan agama Islam di Madinah inilah
telah turun wahyu Allah SWT yang mengandung perintah berzakat, berpuasa, dan
hukum-hukum yang bertalian dengan pelanggaran atau larangan, jinayat (pidana)
dan lain-lain. Dengan ditetapkannya dasar-dasar politik, ekonomi, social dan
lainnya, maka semakin teguhlah bentuk-bentuk masyarakat Islam, sehingga semakin
hari pengaruh agama Islam di kota Madinah semakin bertambah besar.
5)
Memelihara dan mempertahankan masyarakat Islam. Jumlah
orang-orang yang mengakui kerasulan Muhammad SAW bertambah dengan amat cepat,
sehingga dalam waktu yang sangat singkat kekuatan Islam sudah mulai
diperhitungkan oleh orang-orang yang tidak menyukainya. Ada tiga kekuatan yang
secara nyata memusuhi agama baru ini yaitu : orang-orang Yahudi, orang-orang
munafik, dan orang-orang Quraiys dengan sekutunya.
a)
Rongrongan Kaum Yahudi.
Orang
Yahudi sejak sebelum masehi sudah hidup di Madinah, mereka terdiri dari 3 suku
yaitu Bani Qainuqa, Bani Quraidhah dan Bani Nadzir. Mereka semua mempercayai
akan kedatangan nabi akhir zaman sebagaimana dijelaskan dalam kitab suci
mereka. Akan tetapi ketika nabi yang ditunggu-tunggu itu datang, mereka
mengingkarinya karena mereka menduga dan menghendaki bahwa nabi yang
ditunggu-tunggu itu berasal dari golongan mereka yaitu keturunan Israel.
Apalagi setelah bangsa Arab memeluk agama Islam mendahului mereka. Kekecewaan
mereka sudah tak bias disembunyikan lagi. Lihat Q.S. Al-Baqoroh : 89. Mereka
memang pernah mengikat perjanjian dengan kaum muslimin, akan tetapi tidak
dilandasi dengan ketulusan hati yang jujur dan mereka mengira bahwa kaum
muslimin adalah kelompok yang lemah yang tidak akan mampu menghadapi kekuatan
kafir Quraiys. Mereka terkejut ketika Rasulullah SAW dan para pengikutnya
berhasil memporak-porandakan tentara Quraiys dalam perang Badar 17 Ramadhan 2
H.
b)
Rongrongan
orang-orang Munafik.
Keberadaan orang-orang munafik
tidak bisa di abaikan begitu saja sebagai ancaman yang sangat membahayakan. Pengaruh
mereka memang tidak begitu besar, namun apabila dibiarkan bisa menimbulkan
malapetaka yang merugikan perjuangan umat Islam. Sekalipun mereka mengaku
beriman kepada Rasulullah SAW, namun acap kali mereka menghalang-halangi orang
lain masuk Islam. Ketika Rasulullah SAW bersiap menghadapi perang Uhud, kaum
munafik keluar dari barisan yang dipersiapkan atas hasutan Abdullah bin Ubai, pemimpin
mereka. Mereka juga mengadakan hubungan baik dengan kaum Yahudi dan pernah
menjanjikan bantuan kepada Bani Quraidhah sewaktu yang disebut terakhir ini
menghianati kaum muslimin.
c) Rongrongan
kafir Quraisy dan sekutunya.
Sikap
permusuhan kafir Quraiys terhadap Islam tidak berhenti dengan kepindahan Rasulullah
SAW dan para sahabatnya ke Madinah. Atas sikap mereka itu Allah SWT menurunkan
ayat yang mengizinkan umat Islam mengangkat senjata untuk membela diri, karena
mereka sungguh dianiaya (biannahum dzulimu), lihat Q.S. Al-Ahzab : 39-40. Ini
adalah ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT mengenai perang. Ayat ini
menjadi alasan bagi Rasulullah SAW untuk membentuk pasukan yang dipersiapkan
untuk terjun ke medan pertempuan. Pasukan yang pertama dibentuk adalah untuk
berjaga-jaga menghadapi serangan dari suku-suku Badui dan kafir Quraiys serta
sekutunya. Orang yang boleh diperangi adalah orang yang telah merampas hak,
baik harta maupun jiwa dan menghalangi untuk beriman kepada Allah SWT dan
melaksanakan ajarannya (lihat Q.S. Al-Baqoroh : 190-191). Perang sebagai
jawaban atas permusuhan kafir Qurisy terjadi pertama kali dilembah Badar pada
tanggal 17 Ramadhan 2 H. Dalam Al-Qur’an peristiwa ini disebut dengan yaumul
furqon, yakni hari pemisah antara yang hak dan yang bathil. Kendatipun
pasukan Islam jauh lebih kecil (sekitar 300 orang) namun berhasil meraih
kemenangan dari pasukan kafir Quraiys yang jumlahnya sekitar 1000 orang. Hal
ini membuat orang-orang Yahudi geram dan kecewa. Mereka mulai menunjukkan sikap
tidak bersahabat dengan orang muslim dan berusaha menusuk dari belakang.
Sementara itu kafir Quraiys berusaha membalas kekalahan dengan mempersiapkan
3000 pasukan dengan perbekalan dan persenjataan yang lengkap berangkatlah
menuju kota Madinah. Turut ambil bagian dalam pasukan kafir ini adalah suku
Arab Tihamah, Kinanah, Bani Harist, Bani Haun dan Bani Musthaliq. Pada bulan
Sya’ban 3 H terjadilah perang Uhud, dalam peperangan ini kaum muslimin
menderita kekalahan akibat keluarnya sebagian pasukan muslimin yang diprovokasi
oleh orang munafik bernama Abdullah bin Ubay sehingga kaum muslimin yang
berjumlah 1000 orang tinggal kurang lebih dua pertiganya. Dalam peperangan ini
dari kaum muslimin yang gugur sebagai syuhada 70 orang, termasuk paman Nabi SAW
yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib. Kesempatan ini membuat kesempatan orang
Yahudi bani Nadzir untuk menghancurkan kaum muslimin. Mereka berusah
membunuh Rasulullah SAW, namun gagal
sehingga mereka di usir dari Madinah. Pada bula syawal 5 H kurang lebih 14.000
tentara kafir termasuk 4000 kafir Quraiys di bawah pimpinan Abu Sofyan menyerbu
Madinah. Menghadapi serbuan ini Rasulullah SAW memilih bertahan di kota. Atas
saran Salman Al-Farisi kaum muslimin membuat parit-parit di setiap lorong untuk
masuk ke kota Madinah. Tidak ada pilihan lain bagi kafir untuk mengepung kota
Madinah. Akan tetapi setelah 25 hari pengepungan, perasaan jenuh mulai muncul
terutama pada kelompok-kelompok yang tidak mempunyai kepentingan karena yang
jelas punya kepentingan adalah kaum kafir dan orang Yahudi. Pada saat yang sama
seorang pemimpin Arab Nu’aim bin Mas’ud menghadap Rasulullah SAW dan menyatakan
masuk Islam. Tepat pada saat yang menyulitkan kaum muslimin, datanglah badai
padang pasir yang mematikan disertai hujan lebat yang menyapu bersih kemah dan perbekalan mereka (lihat Al-Ahzab : 9).
Akhirnya terpaksa mereka kembali dan menyelamatkan diri tanpa membawa apa-apa
(lihat Al-Ahzab : 25). Perang ini dikenal dengan nama perang Khandaq,
karena kaum muslimin menggunakan parit (khandaq) untuk pertahanan mereka.
Dikenal pula dengan sebutan perang Ahzab karena musuh yang menyerang madinah
terdiri dari berbagai golongan yang bersekutu (Al-Ahzab). Dalam perang ini
gugur 6 sahabat Rasululllah SAW termasuk Sa’ad bin Muadz, mereka gugur sebagai
syuhada. Demikian kaum muslimin mempertahankan diri dan serangan yang dilakukan
tetap tidak keluar dari kerangka mempertahankan diri.
Fase perjuangan setelah Perang Ahzab. Pada
bulan Dzulqo’dah 6 H Rasulullah SAW beserta 10.000 orang sahabatnya berangkat
ke Makkah untuk menunaikan umroh dan haji. Mereka sudah mengenakan pakaian
ihrom sejak berangkat dan membawa hewan-hewan yang akan disembelih di Mina agar
tidak dicurigai oleh kaum Quraisy. Akan tetapi kafir Quraisy tidak menghendaki
kaum muslimin memasuki kota Makkah, karena apapun alasannya berarti itu
kemenangan bagi kaum muslimin. Oleh karena itu kafir Quraiys mengirim pasukan
di bawah pimpinan Khalid bin Walid untuk menghadang kaum muslimin. Kaum
muslimin dapat menghidari pertemuan dengan pasukan Khalid bin Walid dengan
menempuh jalan lain, sehingga ketika masuk bulan haram mereka sudah sampai di
Hudaibiyah, beberapa mil dari kota Makkah. Rasulullah SAW bermusyawrah
dengan para sahabatnya kemudian mengutus Usman bin Affan untuk menemui kaum
kafir Quraisy guna menyampaikan maksud kedatangan mereka ke Makkah. Akan tetapi
Usman bin Affan malah di tahan oleh mereka dan muncul desas desus bahwa Usman
mau di bunuh. Rasulullah SAW dengan para sahabatnya mengadakan sumpah setia
untuk berperang sampai tercapai kemenangan. Sumpah setia ini terkenal dengan
nama Baiah Ar-Ridwan (sumpah yang diridhai Allah SWT). Sumpah ini
menggetarkan nyali kaum musyrikin Quraiys sehingga Usman bin Affan dibebaskan
dan mereka mengutus Suhail bin Amr untuk mengadakan perjanjian dengan kaum
muslimin. Perjanjian inilah yang kemudian terkenal dengan nama Perjanjian
Hudaibiyah yang pokok-pokok isinya antara lain :
a) Segala
permusuhan kedua belah fihak dihentikan selama 10 tahun.
b) Setiap
orang Quraiys yang datang kepada kaum muslimin tanpa seijin walinya harus di
tolak dan dikembalikan.
c) Setiap
orang Islam yang menyerahkan diri kepada fihak Quraiys tidak akan dikembalikan.
d) Setiap
kabilah yang ingin bersekutu dengan kaum Quraiys maupun dengan kaum muslimin
tidak boleh dihalang-halangi oleh salah satu fihak.
e) Kaum
muslimin tidak boleh memasuki kota Makkah pada tahun itu, namun diberi
kesempatan pada tahun berikutnya dengan syarat tidak membawa senjata kecuali
pedang dalam sarungnya dan tidak boleh tinggal di Makkah lebih dari 3 hari.
Dalam peristiwa ini Rasulullah SAW menunjukkan kemampuannya
sebagai seorang politikus yang pandai berdeplomasi. Perjanjian ini menunjukkan
pengakuan Quraiys terhadap eksistensi kaum muslimin dan ini berarti kemenangan
bagi umat Islam. Sepintas lalu perjanjian tersebut memang berat sebelah
dan merugikan kaum muslimin. Akan tetapi selama gencatan senjata banyak tokoh
Qurays yang masuk Islam seperi Kholid bin Walid, Amr bin Ash dan Usman bin
Thalhah. Selama genjatan senjata berlangsung, Rasulullah SAW mulai mendakwahkan
Islam kepada kabilah-kabilah Arab lainnya, dan mengirimkan surat kepada Kaisan
Romawi, Kisra Persia, Gubernur Yaman, Kaisan Habsyi, Gubernur Ghassaniah (Basro
di bawah kekuasaan Romawi) dan gubernur Mesir.
Kisra dari Persia dengan keangkuhannya merobek-robek surat dari
Rasulullah SAW dan menghina serta mengusir pembawanya. Dalam pada itu Harits
bin Umar yang di utus Rasulullah SAW kepada Gubernur Ghassaniyah di tolak
dengan kasar dan kemudian di bunuh. Penghinaan yang dilakukan Gubernur
Ghassaniyah dan pembunuhan atas Harits bin Umar memicu berkorbannya perang Mu’tah.
Dalam perang ini panglima muslim Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid.
Kepemimpinannya dilanjutkan oleh Abdullah bin Ruwahah namun iapun gugur.
Demikian pula Ja’far bin Abi Thalib yang menggantikan Abdullah gugur di tangan
tentara Romawi. Khalid bin Walid yang tampil menggantikan Ja’far, dengan naluri
seorang panglima berpengalaman memberi komando kepada pasukannya supaya mundur
dan kembali ke Madinah. Ini terjadi pada tahun 8 H. Peristiwa ini menyadarkan
kepada kaum muslimin bahwa di utara ada musuh yang tidak bisa di remehkan. Pada
tahun ketika terjadi perang Mu’tah orang-orang Quraiys membantu sekutu mereka
Bani Bakar yang berselisih dengan Bani Khuza’ah (sekutu kaum muslimin).
Tindakan ini berarti melanggar perjanjian Hudaibiyah. Menanggapi
sikap kaum Quraiys ini pada 10 Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW memimpin 10.000
pasukan berangkat berangkat menuju Makkah. Ketika pasukan besar itu berkemah di
dekat kota Makkah, Abbas bin Abdul Muthalib datang menyatakan keIslamannya,
disusul Abu Sofyan pemimpin besar Quraiys yang sudah kandas dengan ambisinya.
Setelah Abu Sofyan menyerah, Rasulullah SAW memerintahkan pasukannya untuk
memasuki kota Makkah lewat 4 penjuru. Dengan demikian Makkah jatuh ke
tangan kaum muslimin tanpa perlawanan sama sekali. Patung-patung dan berhala di
sekeliling Ka’bah mereka hancurkan kemudian mereka thawaf mengelilingi Ka’bah
dan kemudian turunlah QS. Al-Isro’
: 81. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 20 Ramadhan 8 H. Inilah yng disebut
dengan Fathul Makkah. Dengan pembebasan kota Makkah bukan berarti musuh
Islam sudah lenyap, kabilah-kabilah di sekitar Makkah seperti Badui, kaum
Masehi di Najran, dan beberapa kabilah yang terdiri dari Hawazin, Tsaqif,
Jusyam, Nasr, Sa’ad bin Bakar dan Bani Hilal membentuk persekutuan baru untuk
menyerang kaum muslimin. 10.000 pasukan
dari Madinah + 2.000 dari Makkah segera disiapkan untuk menyerang para
komplotan sebelum mereka menyerang. Ketika pasukan kaum muslimin melewati
jalan-jalan sempit di sela-sela bukit Hunain pegunungan Tihamah tiba-tiba
diserang dengan membabi buta hingga membuat pasukan kaum muslimin sempat kocar
kacir. Kemudian Rasullullah SAW berdiri ditemani tidak kurang dari 100 sahabat termasuk Abu Bakar, Umar,
Ali dan Abbas memberikan komando untuk melakukan serangan balik dan akhirnya
musuh dapat taklukkan. Sisa-sisa musuh yang kalah melarikan diri ke Thaif
termasuk pemimpin mereka Malik bin Auf
dan bertahan di benteng kota yang terkenal sangat kuat. Kaum muslimin
mengepung benteng itu beberapa waktu lamanya namun tidak berhasil. Akhirnya
Rasulullah SAW kembali ke Ja’ronah dan tetap memblokir daerah sekitarnya. Pada
saat itulah kabilah Hawazin menyerah dan menyatakan masuk Islam, begitu juga
penduduk Thaif yang menderita akibat blokade kaum muslimin juga menyatakan masuk
Islam.
Pada
bulan Rajab 9 H bertepatan dengan bulan oktober 630 M. Rasulullah SAW
mempersiapkan pasukan untuk menghadapi tentara Romawi di utara. Karena medan
yang dituju amat jauh dan musuh yang dihadapi sangat kuat dan terlatih maka
Rasulullah SAW membentuk pasukan khusus yang dinamakan “Jaisyul Usroh”,
(Laskar Saat Kesulitan) karena pada waktu sedang terjadi musim panas dan di
Madinah sedang musim panen. Seluruh biaya perang di tanggung oleh beberapa
sahabat yang kaya seperti Abu Bakar mendermakanseluruh hartanya, Utsman
mendermakan 300 unta dan uang 1000 dinar. Pasukan Romawi yang semula akan
menyerang tentara Islam, mundur kembali ke negerinya setelah melihat betapa
besar jumlah pasukan lawan yang dipimpin Rasulullah SAW dan pahlawan-pahlawan
padang pasir yang tak kenal mundur. Kaum muslimin tidak mengejar mereka tetapi
berkemah di Tabuk. Oleh karena itu peristiwa itu dikenal dengan nama perang
Tabuk.
Kami izin share ya dek..
BalasHapus